Jumat, 05 Desember 2014

COLOR OF SKY, COLOR OF LOVE



Ini adalah cerita dari komik  Ichikawa Show dengan judul yang sama, yaitu Color Of Sky Color Of Love. Komik ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang bernama Sora, setelah berpindah 11 kali selama masa SMA, akhirnya Sora Kagari bisa menetap di satu sekolah hingga lulus nanti. Tak heran jika Sora sangat memimpikan masa SMA yang indah agar kehidupan masa SMA-nya akan makin berwarna seperti warna langit. Namun, siapa sangka ternyata dia menjadi satu-satunya murid cewek di kelas IPA, dan semua teman sekelasnya hanya perduli pada urusan masing-masing.
Bagaimana kelanjutan dari ceritanya? Baiklah, disini saya akan mencoba untuk menceritakan kembali isi dari komik karya Ichikawa Show ini. Jadi selamat menikmati..

Namaku Sora Kagari, baru kelas 1 SMA tapi sudah pindah sekolah 11 kali. Hari ini adalah hari pertamaku di sekolah yang baru lagi. Tapi kepindahunku kali ini mungkin akan menjadi kepindahanku yang terakhir. Beberapa hari lalu, ayahku yang sering ditransfer kerja dan menyebabkan aku harus pindah sekolah tiba-tiba memutuskan untuk memulai usahanya sendiri. Ini berarti aku sudah tidak usah pindah sekolah lagi bukan?

Aku sudah sampai di sekolah Sorairo. Mulai sekarang, ini adalah sekolahku. Aku akan berusaha mendapatkan banyak teman, berpartisipasi di berbagai acara sekolah dan menikmati kehidupan sekolah.

Sesampainya di dalam sekolah, wali kelasku Madoka Tsukishima, mengantarkanku sampai ke kelas 1-5 IPA. Dan saat aku masuk kelas tersebut ternyata..  J R E E E N G tidak ada satupun anak perempuan selain aku. Memang kelas IPA sih, tapi nggak aku sangka nggak ada ceweknya satupun. Aku mengambil dan melihat denah tempat duduk, aku berfikir sebaiknya kusapa temen sebelahku.
“eh.. Haruki Sado? Mulai sekarang mohon bimbingannya ya” sapaku ragu.
“ngantuk” tanggapnya datar.
Apa-apaan ini?! Salam “Mohon bimbingannya” hanya dibalas dengan “NGANTUK”!!! jangkan menikmati kehidupan sekolah, berteman dengan anak-anak sekelaspun aku nggak bisa, aku bahkan nggak punya teman yang bisa kuajak bicara. Kalau begini caranya ...
“ kalian nggak mau buat pesta Natal bersama!?” tanyaku dengan penuh percaya diri.
“eh? Untuk apa?”
“kaya anak kecil saja”
“ngomong apa sih? Hahaha!”
“nggak ngerti maksudnya”
Jadi bahan tawaan!!? Padahal mereka tidak perlu terwata seperti itu. Merekakan bisa menanggapinya dengan tenang. Cowok-cowok IPA, aku benci mereka!!

***
Waktu bersih-bersih
Hanya karena ingin cepat pulang, mereka cuma serius di saat-saat seperti ini? Bikin kesal saja. Saking sebalnya tiba-tiba tanpa ku sadari sebuah bola melesat ke arahku, aku tidak dapat berkutik hingga pada akhirnya, Haruki Sado menolongku. Kenapa dia menolongku? Entahlah, mungkin karena Haruki itu pemimpin kelas1-5, jadi dia tidak ingin terlibat masalah, maknnya dia menolongku.

Lalu tanpa pikir panjang, aku menghampirinya dan minta agar dia dapat menolongku untuk mengadakan pesta natal. Kenapa aku pengen banget bikin pesta natal dengan anak-anak sekelas? Itu karena sampai sekarang aku sudah 11 kali pindah sekolah, tapi akhirnya aku akan bisa cukup lama disini. Dan waktu mau pindah, semua temanku selalu bilang “walau jauh, kita tetap berteman”, tapi orang-orang akan selalu beradaptasi dengan lingkungan yang baru kan? Cepat atau lambat, teman-temanku akan terbiasa dengan lingkungan yang tanpa diriku. Tapi justru karena itu, asal aku bisa menikmati kehidupan di sekolah yang baru, itu sudah cukup. Makannya aku ingin mebuat banyak kenangan di sekolah Sorairo ini.

Setelah aku meminta tolong dan menjelaskan semua alasanku kepada Haruki, tentang mengapa aku begitu ingin mengadakan pesta natal tersebut, akhirnya Haruki sedikit mengerti dan ingin menolongku. walau aku tak bisa menyampaikannya dengan baik, tapi setidaknya dia mengerti. Sejak aku datang ke sekolah Sorairo, Haruki adalah orang pertama yang mau mendengarkanku, aku merasa sangat senang.

***
Ramen Honkakutei
Kumulai rapat pesta natal kelas 1-5 yang pertama, dalam rapat ini yang dapat berkumpul hanya Rei Takanashi, Yoji Asahina, dan Misaya Arisugawa. Yap, hanya 3 yang dapat terkumpul. Haruki itu peminmpin kelas 1-5, harunya dia bisa kumpulkan lebih banyak orang. tapi apa boleh buat, walau tak tahu apa-apa soal rencana ini, mereka mau datang dan berkumpul seperti ini. Mari kita mulai dan membuat ini jadi natal yang menyenangkan!
Eh tunggu sebentar, bukan kah itu kartu pelajar Haruki? Tanpa pikir panjang aku mengambil dan melihat kartu pelajar Haruki, ternyata dia kelihatan keren di foto ini. Setelah melihat kartu pelajarnya, aku sadar ulang tahun Haruki juga tanggal 24 Desember.

***
Keesokan harinya
Aku berpikir untuk diam-diam membuatkannya kue dan ingin membuat pesta kejutan untuk merayakannya, bagaimana wajah Haruki nanti ya? Aku tak sabar untuk memberi kejutan ini.

***
23 Desember, 1 hari sebelum pesta natal
Hari ini aku mencoba untuk menyuruh Haruki agar tidak membantu mempersiapkan pesta natal, agar pesta kejutan untuk ulang tahunnya pun tidak dicurigai dan tidak ketahuan. Tapi sepertinya penyampaiku salah dan malah membuatnya kesal hingga dia berkata bahwa dia tak akan datang besok. Bagaimana ini? Aku harus bilang apa? Apa yang harus aku lakukan?

Haruki, aku merasa sebahagia ini di sekolah Sorairo sejak bertemu dengan Haruki. Walau dia tidak ramah, cuma Haruki yang mau mendengarkan dan membantuku. Maknnya aku berharap rasa terima kasih ini bisa tersampaikan padamu.

***
Tanggal 24 Desember, Malam Natal...
Sesampainya aku di Ramen Honkakutei, kenapa semunya nggak ada? Pesta natal yang telahku tunggu-tunggu dan telah aku persiapkan, kenapa semuanya tidak ada yang hadir satupun? Benar, mereka semua berkumpul karena diminta Haruki, bukan aku. Pesta natal impianku pun lenyap. Kenapa hal seperti ini pun tak bisa kulakukan dengan baik? Padahal aku cuma ingin melihat wajah bahagianya.
Eh tunggu, apa itu? Kartu pelajar Haruki? Akupun meraihnya dan melihat ada pesan di sana, pesan itu berisikan “datanglah ke kelas 1-5” kenapa? Ada apa ini sebenarnya?

Tanpa pikir panjang akupun mulai menuju sekolah, dan saat sesampainya di kelas...
D H U A R ! ! D H U A A A R ! !
“ SELAMAT NATAL! Dan Sora  selamat datang di kelas 1-5”
Sambutan meriah dari teman sekelasku

“Masih terlalu cepat 100 tahun kalau mau mengejutkanku. Makannya sebagai balasan, aku adakan pesta penyambutan untukmu”
“Haruki.. hahaha aku kaget” jawabku sambil menangis haru
Katanya ini balasan? Ini justru benar-benar hadiah Natal yang terbaik. Terima kasih Haruki, walau cuma ini yang bisa kulakukan..
“mau kah kamu menerima ini” kataku sambil menyodorkan kue ulang tahun
“SELAMAT ULANG TAHUN!”

Haruki mulai menatapku dan mendekatkan wajahnya, dengan wajah yang hanya beberapa jengkal saja dia terlihat begitu sangat dekat sekaan-akan dia ingin menciumku, aku gugup dan tidak dapat berkutik, ternyata di hanya ingin mengucapkan terima kasih.


Natal pertama masuk ke sekolah Sorairo,sementara warna musim dingin menjadi semakin pekat. Sedikit demi sedikit warna cinta meronai diriku..






Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03

Me, You and Her #TheLast


Aku telah MATI.

Jantung ku dan jantung Justin di tukar begitupun dengan kedua mata kami. Orang tuaku yang mengetahui aku sudah tak bernyawa sangat shock. Dokter spesialist kanker ku, dokter Pram menceritakan penyakit yang ku derita sejak empat tahun lalu dan akhirnya aku memutuskan untuk mendonorkan organ tubuhku pada Justin. Mamaku lemas mendengar semua penjelasan dari dokter Pram.

Dokter Pram memberikan sepucuk surat dariku untuk kedua orang tuaku. Isi surat itu, aku minta pada orang tuaku agar rujuk kembali. Ya, walau mereka tak menikah lagi tapi setidaknya mereka bisa rukun kembali seperti keluarga. Aku juga minta pada orang tuaku agar merawat semua barang-barang milik ku dan jangan lupakan aku. Aku juga minta maaf karena aku tak jujur tentang keadaanku yang sesungguhnya.

* * *

Tiga minggu kemudian, perban penutup mata Justin sudah di buka. Akhrinya dia bisa melihat dunia yg indah lagi. Walau aku tak ada di sana melihatnya. Perlahan Justin membuka matanya. Bukan matanya, tapi mataku. Dua buah bola mata yang memang berwana coklat keemasan milik ku yang ku donorkan untuk Justin. Sangat bermanfaat. Dan jantungku yang menggantikan jantung Justin sekarang. Aku bisa merasakan detak jantung itu.

"bagaimana Justin kau benar-benar bisa melihat?" tanya dokter yang merawat Justin.

"sudah Dok! Aku bisa melihat kedua orang tuaku, orang tua Ivonne, dan Caitlin, kekasihku" jelasnya.

"baiklah. Perkembangan yang cukup bagus. Nanti di cek setiap dua minggu sekali" ujar dokter itu.

"terima kasih, Dok." ujar Dad Jeremy.

Dokter meninggalkan ruangan. Justin celingukan dari tadi. Semua yang berada di situ pun ikut bingung.

"kau sedang mencari siapa Justin?" tanya Caitlin yang keheranan.

"dimana Ivonne? Aku tidak melihatnya sejak tadi" ujarnya. "apa dia sakit?"  Aku bersyukur, Justin masih mengingatku? Dia bahkan mencariku. Aku menangis haru. Semua orang di ruangan itu pun menangis. Apalagi mamaku yang langsung memeluk Justin dengan tangisan yang tak terbendung.

Justin nampak bingung dengan sikap mamaku yang seperti itu. "dimana Ivonne? Aku ingin bertemu dengannya. Dimana dia?" tanyanya, lagi.

"Justin, Ivonne sudah..." Caitlin hendak menjawab di sela-sela tangisnya.

"Ada apa dengan Ivonne? Ada apa dengannya?" tanyanya yang mulai marah.

"Ivonne meninggal, Justin!" isak mama ku yang masih memeluk Justin.

"What?!"teriaknya "No, impsiblle, kalian berbohonka?" Justin mulai menangis. "kenapa dia meninggalkan ku? Apa dia tak menyanyangi ku?" Mom Pattie mencoba menenangkan Justin, anaknya.

"Justin, tenanglah ! Dia sangat menyayangimu Justin. Dia meninggalkan sesuatu untukmu. Sesuatu yang berharga sekali untukmu"

"meninggalkan kedua mata dan jantungnya untukmu" terang Dad Jeremy.

"Mata? Jantung? Kenapa bis ? Aku mohon ambil jantung dan kedua bola mata ini, aku ingin lihat senyumnya. Aku ingin lihat dia tertawa karena selama ini dia menderita setelah orang tuanya bercerai. Aku belum sempat membuatnya tersenyum" ujar Justin penuh penyesalan.

Sudahlah Justin aku bahagia di sini. Jangan kau buatku bersedih dengan mengingat masa lalu ku yang kelam. Aku sudah tenang di sini, di alam ini.

* * *

Seminggu kemudian, Justin di bolehkan pulang dari rumah sakit. Dengan di jemput oleh Caitlin, Justin pulang ke rumahnya. Di perjalanan dia minta di antar ke makamku. Aku senang dia menengok jazad ku yang terbujur kaku di sana. Dia mengelus papan namaku, membersihkan rumput serta daun-daun liar yang berguguran di sekitar peristirahatan ku yang terakhir itu.

"aku pasti rindu padamu, Ivonne !" katanya "terima kasih telah mendonorkan kedua mata dan jantung mu untuk ku. Aku tak mungkin bisa membalas semuanya. Hanya terima kasih yang bisa ku ucapkan padamu. Kau sahabat ku yang terbaik, Ivonne" Justin berurai air mata.

Sesudah itu, dokter spesialisku, dokter Pram datang ke rumah Justin. Dia memberikan kotak ungu dari ku untuk Justin. Isi kotak itu adalah sebuah syal berwarna ungu dengan nama Justin dan Ivonne yang sengaja ku rajut sendiri dengan jari-jariku. Lalu ada handuk kecil yangg juga berwarna ungu, untuk di pakai mengelap keringatnya yangg bercucuran setelah latihan basket. Juga aku mengembalikan sapu tangan ungu miliknya yang waktu itu ku pinjam untuk menyeka keringatku.

"Thanks Ivonne" ucapnya berterima kasih.

Sama-sama Justin. Kau telah membuat hidupku berarti. Walau semua tak berjalan sesuai dengan yang ku harapkan. Love you Justin. Aku akan terus menjagamu dari sini. Ku relakan Justin dengan Caitlin yang bisa membuatnya bahagia. Karena cinta tak harus memiliki tapi selalu menyayangi dan melindungi.

THE END

Bagaimana dengan Elena? Papaku telah menerima kiriman dariku, tanpa fikir panjang papaku langsung menceraikannya. Dan sekarang dia menjadi gila gara-gara ulahnya sendiri. Papaku sudah berencana akan rujuk dan menikah kembali dengan Mama. Semoga kalian mendapatkan anak yang lebih dari ku! Doa untuk kedua orang tuaku. Sekarang aku bisa tidur nyenyak selamanya. 

====




created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03



Me, You and Her#Part7


* * *

Aku telah siap di operasi. Operasi akan di laksanakan pukul 10.00 am. Aku menelepon mama juga papaku untuk datang tapi tidak untuk si wanita jalang, Elena. Aku bilang pada kedua orang tuaku untuk datang ke rumah sakit menemani serta mendoakan operasi Justin, aku tak mengatakan aku juga akan di operasi. Aku takut mereka shock.

Biarlah mereka tahu saat tubuhku telah terbujur kaku dan dokter spesialist ku yang menjelaskannya. Satu jam lagi operasi akan di laksanakan. Aku berbincang dengan dokter spesialist ku. Dia memang sudah seperti Om-ku sendiri.

Aku minta padanya untuk menyerahkan sebuah kotak berwarna ungu untuk Justin di saat dia sudah bisa melihat. Juga memberikan sepucuk surat untuk kedua orang tuaku. Dokter spesialist ku, dokter Pram namanya menyetujuinya. Sebentar lagi saatnya operasi. Aku berjalan keluar ruangan dokter Pram. Hanya untuk memastikan kedua orang tuaku telah datang. Dan benar saja mereka datang. Aku menagis haru. Saat terakhirku melihat kedua orang tua ku yang rukun. Damai hatiku melihatnya.

* * *

Inilah saatnya, aku siap. Ku lihat tubuh Justin yg tergolek lemas di tempat operasi. Aku mendekatinya. Ku sentuh lengannya. DINGIN. Aku melihat jelas wajahnya yang tampan dan cute itu. Aku mengecup bibirnya pelan. Aku meneteskan air mata. Aku tak sanggup meninggalkannya. Tapi ini sudah pilihan ku. Aku harus menjalaninya.

"sampai bertemu kembali Justin, Love you" bisik ku pelan di telinga Justin. Entah dia mendengarnya atau tidak. Ku rasa dia takan mendengarnya. Aku berbaring di tempat operasi yang telah di sediakan.

Aku mengambil nafas panjang, lalu ku keluarkan perlahan. Jarum suntik berisi obat bius menusuk kulitku. Perlahan aku tertidur. Aku berada di dalam mimpi. Ah.. Bukan-bukan ini bukan mimpi. Ini alam dimana antara hidup dan mati. Aku berharap bisa bertemu Justin di sini. Tapi... Tapi... Dimana dia? Aku tidak melihatnya. Aku mau mencarinya, fikirku.

Aku mencari-carinya. Tetap saja aku tak bertemu dengannya. Huuh lelah rasanya kaki ini. Tak ada tenaga yg tersisa. Aku mulai menyerah. Tiba-tiba ada seorang yg menepuk pundak ku. Aku takjub melihat orang yg ku cari-cari dari tadi kini berada di samping ku. "Justin..." tanyaku yang tidak percaya.

"iya ini aku. Kenapa kamu ada di sini juga?" dia balik bertanya.

"aku mencarimu Justin. Jangan pergi... masih banyak orang yang menyayangimu. Ku mohon untukmu kembali" pintaku.

Dia memegang kedua pundak ku. Menatapku dengan kedua bola mata yg coklat keemasan. Indah sekali. Namun, mata itu sudah tak indah lagi, setelah kabut hitam menyelimutinya.

Lama aku berbincang dengan Justin. Ya, walau hanya di alam antara hidup dan mati. Aku merasakan kehangatan seperti dulu. Saat-saat menghabiskan waktu bersama. Tiba-tiba sebuah cahaya gelap menarik ku. Memisahankan ku dengan Justin. Aku mencoba meraih tangannya. Susah sekali.

Semakin lama aku semakin terpisah jauh dengan Justin. Bahkan aku belum mengatakan selamat tinggal padanya. Ternyata operasi sudah selesai di lakukan. Aku lega bisa melakukan sesuatu untuk orang di sekitarku. Terutama orang yang ku cintai, Justin. Ku lihat tubuh Justin di bawa oleh suster di pindahkan keruangan lain. Sedangkan aku? Tubuhku kaku tak bernyawa.

Aku telah MATI..




created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03


Me, You and Her #Part6


* * *

Di rumah sakit...
Aku segera menghubungi kedua orang tua Justin dan Caitlin, kekasihnya. Ya, aku di selamatkan oleh Justin dari tabrakan truk itu. Tapi aku tak tahu bagaimana keadaan orang yang menyelamatkanku tadi. Apa dia mati atau dia masih hidup? Aku bertanya-tanya sendiri. Caitlin datang bersama dengan kedua orang tua Justin yang sudah bercerai. Oh iya, Kami mempunyai kesamaan, kedua orang tua kami sudah bercerai.­
Mom Justin memeluk ku erat. Air matanya tak terbendung.

"Ivonne, bagaimana keadaannya?" tanya Dad Justin padaku yang sedang di peluk Mom Pattie, Momnya Justin.

"aku tak tahu. Dokter belum keluar dan memberitahu" ujarku di sela tangisku.

"maafkan aku ini semua gara-gara aku. Andai aku melihat truk itu tak mungkin Justin jadi seperti ini" kataku.

"sudahlah tak apa. Ini musibah" ujar Dad Jeremy, dadnya Justin menenangkan ku.

Air mata Caitlin tak dapat di bendung. Dia menarik ku dari pelukan Mom Pattie. Lalu menamparku dengan sangat keras. Tak apalah aku ikhlas. Aku memang yang bersalah di sini.

"Teman macam apa kau ini? Kau lihat sekarang di dalam, sedang berjuang antara hidup dan mati. Kau... Kau... Kau... Hanya minta maaf padaku, hm?" Lagi-lagi aku mendapat tamparan di pipiku yang satunya.

"Hanya itu yang bisa aku beri saat ini. Aku janji akan mengorbankan apa yang ku punya untuknya asal dia bisa seperti sedia kala" terangku, hatiku sakit saat mendengar ucapan Caitlin. seperti di remas, di pukul dan di hantam ribuan benda tajam disana.

Dokter keluar dari ruang UGD.

"mana keluarga korban?" tanyanya aku, Mom Pattie, Dad Jeremy, dan Caitlin bangkit dari tempat duduk menghapiri dokter itu.

"bagaimana keadaan anak saya dok ?" tanya Mom Pattie khawatir.

Dokter itu menunduk lesu."maaf, anak anda kehilangan penglihatanya dan jantungnya rusak akibat terkena tekanan keras"

"apa?2" tangis Mom Pattie semakin menjadi-jadi. "anakku buta? Anakku buta?!"

"maaf Nyonya, dia harus cepat mendapat donor jantung kalau tidak, mungkin nyawanya takan bisa di selamatkan" ujar dokter itu dan berlalu pergi. Mom Pattie pingsan seketika. Begitupun dengan Caitlin. Mungkin dia shock mendengar pacarnya takan bisa di selamatkan lagi. Tim medis rumah sakit membantu Mom Pattie dan juga Caitlin.

Aku menemui dokter yang menangani penyakitku. Kebetulan ini rumah sakit dimana aku periksa tentang penyakitku. Aku berusaha merayu dokter itu agar mau mengoperasi aku dan Justin. Tekad ku sudah bulat kali ini. Aku akan mendonorkan kedua mata serta jantungku untuk Justin, orang yang ku cintai.

Aku ingin menepati janjiku. Bukan hanya sekedar janji tapi ini adalah pengorbanan cintaku untuknya. Orang yang ku cintai selama ini. Akhirnya dokter spesialist kanker ku menyutuinya. Perjuangan yang sulit membujuk seorang dokter. Dokter spesialist ku menemui dokter yang merawat Justin tadi. Dokter itu ikut menyetujuinya. Operasi akan di lakukan besok.

* * *



created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03


Me, You and Her #Part5


* * *

Setelah pulang sekolah aku sadar. Ku lihat Justin yang menungguku bersama dengan Caitlin,kekasihnya.

"Justin..." lirih ku. "aku dimana?" tanyaku yang masih menahan sakit.

"Ivonne!! Syukurlah kau sudah sadar. Aku sangat khawatir" ujarnya.

"sudahlah. Tak perlu sekhawatir itu. Aku baik-baik saja"kataku."

"siapa yang tak khawatir? Kau tiba-tiba pingsan. Aku panik Ivonne!!" katanya

"Iya. Justin sangat khawatir padamu Ivonne" sambung Caitlin.

"baiklah thanks atas kekhawatiran kalian. Sekarang aku mau pulang" pintaku.

"biar ku antar ya" tawar Justin. Aku tersenyum.

"tidak, aku bisa pulang sendiri" kataku.

"yakin?"Justin meyakinkan.

"iya, sudahlah kalian pulang saja duluan" balasku kesal. Sebenarnya hanya sebal karena ada Caitlin disini.

Mereka menuruti perkataanku. Justin menggenggam erat tangan Caitlin dan pergi meninggalkanku. Hmm... Mr. Perfect dan Mrs. Perfect memang serasi, gumamku. Jujur aku kehilangan Justin semenjak dia berpacaran dengan Caitlin. Mungkin karena dulu aku dan Justin sering menghabiskan waktu bersama jadi aku merasa kehilangan.

* * *

Aku berjalan menuju tebing tinggi di belakang sekolah. Tebing itu tempat satu-satunya untukku menyendiri. Tak ad yang mengetahuinya kecuali Justin. Dia yang sering aku ajak ke sini. Aku naik ke batu besar yang ada di pinggir tebing itu. Aku berdiri dan merentangkan kedua tanganku.

Aku berteriak meluapkan emosi yang ku pendam selama ini. "aku Ivonne Shasmita mencintai Justin Bieber dengan sepenuh dan setulus hatiku. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia, Justin. Termasuk mengorbankan perasaanku saat melihatmu bersama dengan pacarmu, Caitlin." teriakku kencang. Aku mengambil nafas lalu berteriak lagi setelah membuang nafas melalui mulutku perlahan.

"Aku rela Justin. Aku rela. Aku hanya ingin kau tau bahwa selama ini aku MENCINTAIMU dan akan terus begitu untuk selamanya!" teriakku aku memundurkan langkah kakiku. Sekarang aku bersandar di batu besar. Bersandar hingga tak menyadari malam datang dengan cepatnya. Aku malas pulang. Aku memejamkan kedua mataku. Aku tertidur di bawah sinar bintang yang kelap-kelip.

---
Empat bulan kemudian, keadaan rumah semakin parah. Wanita jalang itu makin sering membawa teman prianya ke rumah. Apalagi sejak 2 bulan yang lalu papa ke luar negeri untuk urusan bisnisnya. Rumahku bagai diskotik murahan pinggir jalan. Kini wanita jalang itu sudah berani untuk menyuruh-nyuruhku.
Pernah aku menolak keinginannya, namun dia malah menjambak rambutku juga menampar kedua pipiku. Aku ingin mengadu pada papa tapi handponeku di sita olehnya. Dasar perempuan jahanam, Terkutuklah kau, gumam ku.

Malam ini seperti beberapa malam sebelumnya. Dia menelepon beberapa teman prianya untuk datang ke rumah. Aku di suruh untuk menyiapkan makanan dan beberapa botol minuman beralkohol di meja ruang tamu. Serta merapikan kamarnya, kamar papaku juga. Sebenarnya apa yang akan di lakukannya dengan pria-pria itu di kamar ? Aku ingat,  ada handycam yang papa simpan di laci. Aku meletakannya di atas lemari untuk merekam apa yang terjadi. Semoga ini berhasil dan ini bisa ku berikan pada papa sebgai bukti ke durjana-an istrinya, doaku pada Tuhan.


Pagi ini hari libur, aku bangun agak siang. Setelah itu aku membereskan rumah yang berantakan akibat ulah si wanita jalang, Elena. Semua pembantu di pecat olehnya. Mungkin gaji pembantu dia ambil juga untuk membeli minuman beralkohol yang harganya lumayan mahal. Satu jam lebih aku membereskan rumah. Berusaha menghilangkan bau alkohol yang tersebar dimana-mana. Itu membuatku pusing.

Tees...tees...darah kembali menetes dari hidungku. Aduh aku mohon jangan sekarang. Dasar penyakit sialan, omelku. Hampir empat tahun sudah aku mengidap penyakit ini. Dan tak ada yang mengetahuinya. Bahkan kedua orang tuaku, juga Justin sahabat terbaikku. Aku mengidap Leukimia stadium akut. Sudah sangat parah memang. Aku pasrah dengan kehendak Tuhan jika Tuhan mengambilku saat ini juga. Bahkan aku sudah menandatangani sura perjanjian penyerahan organ tubuh ku pada orang yang membutuhkan.

Jam dinding menunjukan pukul 10.30 am, wanita jalang dan murahan itu baru bangun dari tidurnya. Dia masih mengenakan gaun tidur miliknya. Dia mencari makanan di meja makan. Tak ada. Karena aku memang belum masak. Dia berteriak-teriak memanggilku. Aku segera menemuinya.
PLAAK!
Lagi-lagi dia menamparku.


"dasar anak bodoh! Kau tahu ini jam berapa, hah? Aku dan pacarku lapar!" omelnya. Aku memutar bola mataku. Sebenarnya aku kaget dengan yang dia ucapkan. Pacar? Jadi pria itu adalah pacarnya. Benar dugaanku sebelumnya, dia hanya menginginkan harta dan kekayaan papa. Sebuah kebenaran kembali terungkap. Aku hanya diam tak menjawab ucapannya. Lelah rasanya bertengkar dengan orang yang tidak penting macam dia. Dia kembali ke kamar.

Tak lama kemudian, wanita jalang itu keluar dengan pacarnya. Hmm... Coba ku ingat. Niiii... Niick, yah Nick namanya. Aku tak peduli mereka. Hidupku bagai anak sebatang kara yang di tinggal oleh kedua orang tuanya. Selena dan Nick pergi meninggalkan rumah. Ini kesempatanku untuk masuk ke kamar mereka. Mengambil handycam yang kemarin ku letakan di atas lemari. Perlahan tapi pasti, aku mengambil handycam itu.

Dan Astaga, saat ku lihat rekaman itu. Aku segera membuat rekaman itu dalam bentuk DVD agar bisa ku kirim ke papa lewat jasa pengiriman barang. Degan cepat aku mengayuh sepedaku menuju tempat pengiriman barang. Aku minta pada jasa pengirimnya secepat mungkin sampai di tempat tujuan. Berapapun harganya akan aku bayar. Tugas pertama telah selesai. Aku kembali pulang. Aaaah sialan! Ban sepedaku kempes lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk menaruhnya di bengkel sepeda dekat situ. Dan aku pulang dengan berjalan kaki.

Suasana di jalan raya agak sepi hari ini. Aku melihat si wanita jalang, Elena dan Nick sedang makan pancake di sebuah toko pancake di situ. Aku tertawa terbahak-bahak melihat mereka yang makan pancake di tempat itu. Selena menghampiriku. Dia mendorong tubuhku ke tengah jalan. Aku masih tertawa terbahak-bahak. Aku tak menyadari bahwa ad sebuah truk yang sangat besar berjalan ke arah ku dengan kecepatan tinggi.

"awaaaaaass !!" teriak seseorang.Dan....

BRRUUUK! jalanan di penuhi darah. Ambulance datang. Dan membawa korban tersebut ke rumah sakit.

* * *

Di rumah sakit...



created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716

Kelas  : 2EA03


Me, You and Her #Part4


* * *

Dua bulan kemudian, Justin dan Caity sudah jadian. Tentunya dengan bantuanku. Walau membantu mereka membuatku sakit hati. Tapi tak apalah demi sahabat yang ku cintai. Keluargaku semakin hari semakin hancur hanya karena wanita jalang yang menjadi istri papaku. Papaku yang sedang mengurusi pekerjaanya di luar kota dan jarang pulang belakangan ini tidak mengetahui kebejatan istrinya yang sekarang. Hampir setiap hari dia membawa seorang pria ke rumah. Entah siapa dia. Aku tak megengenalnya. Yang pasti namanya Nick.
Tadinya ku kira mereka hanya sekdar teman. Hha... Setelah ku selidiki mereka memang teman, temang yang tak biasa. Hidupku semakin rumit.

Malam ini, Aku duduk di trotoar depan rumahku. Melipat kedua kakiku dan menempelkan daguku di lutut. Aku termenung. Aku merindukan keluargaku yang dulu. Air mata kembali menetes. Aku menangis. Hatiku sakit melihat Justin, orang yang ku cintai ternyata dia mencintai orang lain. Orang tuaku, mereka hanya memikirkan karier mereka. Dan wanita jalang itu hanya memikirkan kesenangannya saja. Sudahlah cukup!! Inilah kenyataan yang harus ku terima.

Sebuah mobil mewah terhenti tepat di hadapanku. Ini membuat lamunanku buyar. Orang menyetir keluar lalu membuka pintu mobil yang satunya. Aku tahu mereka siapa. Nick dan Elena. Nick menggendong Elena dari mobil. Dia membawanya ke kamar. Ke kamar papaku tepatnya. Aku tak kaget melihatnya. Sering kali aku melihat mereka berdua kerumahku dalam keadaan mabuk berat. Bahkan aku mendengar sendiri, Elena meminta Nick untuk tidur bersamanya. Sungguh memilukan aku melihat kenyataan hidup ini. Kadang aku berfikir mengapa Tuhan tak mengambil nyawa wanita ini? Aku muak dengan sikap dan perilakunya. Aku tak tega melihat papaku di bohongi seperti ini terus. Aku harus katakan padanya, kenyataan yang sesungguhnya.

* * *

Pagi - pagi aku sarapan, terlihat oleh ku si wanita jalang itu masih mengenakan piyama tidurnya dan pria itu yang hanya mengenakan boxernya. Apa yang mereka lakukan semalam? tanyaku. Aku bangkit dari kursiku dan pergi.

"dasar anak tidak tahu sopan santun !!" teriaknya.

"kau fikir kau ini istri yang sopan santun? Hah?!" bentak ku. "kau tidur dengan pria lain di saat suamimu tak ada di rumah. Apa itu yang kau sebut sopan? Heh! wanita jalang, aku saja anaknya tak pernah memasuki kamar kedua orang tuaku sebelum mendapat izin dari yang bersangkutan. Sedangkan kau? Kau malah menyuruhnya masuk. Kau fikir ini rumah nenek moyangmu yang bisa siapa dan kapan saja orang luar masuk ke dalam. Dasar kau wanita MURAHAN!!" kata ku yang mulai marah.

PLAAK !!

Sebuah tamparan kasar nan dahsyat menyapa pipiku. Sakit memang. Tapi aku senang bisa mengatakan semuanya. Itu di luar kemampuanku. Baguslah dia menunjukan dirinya yang sebenarnya. Aku pergi kesekolah. Pipi kiriku masih sakit bekas tamparannya tadi. Bahkan merah lebam. Ya Tuhan, cobaan apa ini? tangisku.

Di kelas aku hanya terpaku melihat kemesraan Justin dan Caitlin. Membuat hatiku semakin sakit. Ada aja tingkah mereka berdua yang membuatku cemburu. Namun aku mencoba mengikhlaskannya.

Teess..tees.. darah segar menetes dari hidungku. Oh God apa yg terjadi denganku? Hatiku bertanya-tanya sendiri. Dengan cepat aku menghapus darah ini dengan tisue yang ku bawa di tasku. Pelajaran di mulai, Justin duduk di sebelahku. Melihatku yang termenung sejak tadi. "Hey, mengapa belum beres? Masalahnya belum beres?" tanyanya. Aku tersenyum simpul padanya.

"tak perlu di fikirkan aku. Urus saja urusanmu sendiri" jawabku jutek. Tak biasanya aku bersikap jutek pada Justin, kecuali saat aku sedang marah padanya. Dan kali ini entah karena marah atau karena cemburu dengan perhatian yang Justin berikan pada Caitlin.

Justin berusaha menatap wajahku yang lesu. Membereskan rambutku yang terurai berantakan. Belakangan ini aku tak pernah mengurus diriku. Ku biarkan rambut yang panjang menjadi kusut. Sayangnya sahabatku yang ini ingin selalu melihat diriku yang dulu. Yang terurus dan penampilanku yang tidak kucel dan kumel. Dia memang sudah seperti kakak bahkan litle Dad untukku. Dengan sabar dia merapikan rambutku yang kusut juga menyisirnya. Aku suka perhatiannya. Perhatian inilah yang aku mau dari kedua orang tuaku.

"aawww!" teriakku keras. Justin menyentuh bekas tamparan dari wanita jalang itu. Aku merintih kesakitan.

"kenapa dengan pipimu? Apa yg terjadi denganmu?" tanyanya khawatir.

"ooh.. tak apa. Aku hanya terbentur meja waktu tidur" ujarku mengelak. Dia memperhatikan bekas lukaku. Aku segera menutupinya dengan rambut ku. Dia menghalanginya.

"ini bekas tamparan !!" sertaknya keras. Dia menatapku dalam. "siapa yang melakukan ini padamu ?" katanya yang mulai emosi. Air mata kembali mengalir di pipiku bersamaan dengan darah segar yang menetes dari hidungku. Namun, aku tak menyadari tetesan darah yang keluar. Justin memelukku hangat. Mencoba menenangkanku. Tubuhku terkulai lemas. Aku tak sanggup untuk menopang tubuhku sendiri. Aku pingsan di pelukan Justin. Justin yang mengetahui aku pingsan segera membawaku keruang kesehatan sekolah. Bajunya berlumuran darah begitupun dengan bajuku.

* * *



created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03


Me, You and Her #Part3


* * *

di kelas...
Aku hanya duduk diam memperhatikan guru yang mengajar. Aku berkonsentrasi penuh dengan pelajaran matematika ini. Rumit untuk ku mengerti. Saking seriusnya, aku tak mendengarkan Justin yang sedang bercerita. Maklum dia memang jago dalam hal ini jadi cukup baginya untuk mendengarkan saja. Bel istirahat berbunyi. Justin mengajakku ke kantin. Aku hanya menurut di belakangnya.

"Ivonne" panggilnya mengagetkanku yang sedang melamun.

"kenapa sih? Ada masalah dengan mama tirimu?" tanyanya penuh perhatian. Aku menggeleng.

"No, oh ya tadi kau bilang ingin cerita, cerita apa?"

"itu !!" menunjuk seorang gadis yang sedang duduk dan bercanda ria dengan teman-temannya. "sepertinya aku jatuh cinta dengannya" kata Justin.

Bagai di sambar petir, hatiku bergetar mendengar kata-kata yang Justin ucapkan. Dan hancur dengan seketika. Pecah menjadi berkeping-keping. Hatiku menagis pilu.

"siapa?" tanyaku. "Caitlin? Caitlin Beadles?" aku meyakinkan.

"iya. Dia cool, manis, cantik, juga ramah" puji Justin.

"hmm.. Ku fikir memang begitu. Yang ku tahu dia masih single" ucapku seketika dengan suara mulai ikut bergetar.

"Dari mana kau mengetahuinya?" tanyanya penasaran.

"ada yang menceritakannya padaku. Mungkin kau masih punya kesempatan" ujarku seraya memberi semangat padanya.

"yes, you right" katanya. Wajahnya langsung berseri-seri di semangati oleh sahabatnya sendiri.

* * *

Sepulang sekolah, seperti biasanya aku tak langsung pulang ke rumah. Aku menunggu Justin yang latihan basket bersama teman-temannya. Aku menunggu di bawah pohon rindang. Hmm.. panas tak terlalu menyengat di b wah sini. Seseorang menghampiriku. Dia.. dia.. dia Caitlin. Ada perlu apa dia menghampiriku? tanyaku dalam hati. Dia duduk di sampingku.

"Hay Ivonne" sapanya padaku, membalas sapaannya.

"hay Caitlin. Ada apa?" Senyumannya benar-benar indah, wajahnya juga terama cantik, pantas jika Justin jatuh hati padanya. Ini sebanding dengan dirinya yang juga tampan rupawan.

"tidak. Apa kau tak ingin bergabung bersama kami? Dari pada duduk di sini sendirian"

"thanks. Aku lebih suka sendiri" ujarku menolaknya.

"hmm.. Baiklah" katanya. lagi, lagi dia tersenyum ramah. "oh ya boleh aku bertanya sesuatu?" tanyanya agak ragu. Terlihat dari wajahnya yang ajak bingung.

"mmm.. boleh. Mau tanya apa?" Jujur aku memang kurang akrab dengan Caitlin. Aku dan dia hanya mengenal sebatas wajah dan nama. Itupun karena aku sering menemani Justin latihan basket. Jadi,aku dan dia sering bertemu. Karena Caitlin itu ketua cheerleaders di sekolahku. Mr. Perfect dan Mrs. Perfect, cocoklah untuk di sandingkan bersama.

"Justin itu sudah punya pacar atau belum?" tanyanya pelan namun terdengar jelas di telingaku.

"ku rasa belum. Kenapa? Kau menyukainya?" tanyaku balik. Dia diam sejenak.

"aku mohon jangan beritahu padanya. Ku mohon kau juga mau membantuku!" pintanya memelas. Aku memang terkejut dengan pengakuan Caity, panggilan akrabnya, yang ternyata juga mencintai Justin. Aku berfikir sejenak. Ku rasa mungkin aku bisa mempersatukan mereka. Mudah.

"baiklah, aku akan coba membantumu" ujarku seraya ternsenyum.

"thanks Ivonne. You're the best !" ucapnya kegirangan.

Selesai latihan aku langsung mengekor di belakang Justin. Seperti biasanya, aku mendapatkan gratisan tumpangan karena sepeda ku belum benar. Aku pulang di antar Justin dengan motornya. Setibanya di depan rumah...

"thanks Justin" ucapku seraya berterima kasih.

"yeah, no problem" jawabnya singkat. "hhmm, apa yang kau bicarakan dengan Caitlin tadi?" tanyanya. Rupanya dia melihatku dan Caity tadi.

"apa yang dia bicarakan padamu?" tanyanya yang semakin penasaran.

"tidak, tadi dia hanya berteduh dan kami hanya membicarakan masalah perempuan saja" elakku dengan cepat. Justin melengos lalu memanyunkan bibirnya pertanda dia kesal dengan jawab dari bibirku. "Justin..." panggilku "apa kau benar-benar mencintai Caity?" tanyaku.

"Tentu... Aku menyadari hal itu sekarang" jawabnya jelas.

* * *



created by Vivy Rahma

Nama : Julia Kartika
NPM  : 14213716
Kelas  : 2EA03